PROSES PEMBUATAN MSG
1. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases)
oleh bakteri (Brevibacterium lactofermentum). Dalam peroses fermentasi
ini, pertama-tama akan dihasilkan Asam Glutamat. Asam Glutamat yang
terjadi dari proses fermentasi ini, kemudian ditambah soda (Sodium
Carbonate), sehingga akan terbentuk Monosodium Glutamat (MSG). MSG yang
terjadi ini, kemudian dimurnikan dan dikristalisasi, sehingga merupakan
serbuk kristal-murni, yang siap di jual di pasar.
2. SEBELUM bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi: dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut Bactosoytone. Proses pada Butir 2 ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi membuat MSG (Proses pada Butir 1).
3. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco Company di AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam bahasa yang sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga menghasilkan peptida rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone itu. Enzim yang dipakai pada proses hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim inilah yang diisolasi dari pankreas-babi.
4. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses pembuatan media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim tersebut hanya mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi Bactosoytone, TANPA ikut masuk ke dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi Bactosoytone yang diproduksi dari proses hidrolisis-enzimatik itu, JELAS BEBAS dari unsur-unsur babi!!!, selain karena produk Bactosoytone yang terjadi itu mengalami proses "clarification" sebelum dipakai sebagai media pertumbuhan, juga karena memang unsur enzim Porcine ini tidak masuk dalam struktur molekul Bactosoytone, karena Porcine hanya sebagai katalis saja .
5. Proses clarification yang dimaksud adalah pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone yang terjadi. Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160oF selama sekurang-kurangnya 5 jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari produk Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan Bactosoytone yang terjadi diambil.
6. Perlu dijelaskan disini, bahwa proses pembuatan Media Bactosoytone ini merupakan proses yang terpisah sama sekali dengan proses pembuatan MSG. Media Bactosoytone merupakan suatu media pertumbuhan bakteri, dan dijual di pasar, tidak saja untuk bakteri pembuat MSG, tetapi juga untuk bakteri-bakteri lainnya yang digunakan untuk keperluan pembuatan produk biotek-industri lainnya.
7. Catatan: nama Bactosoytone merupakan nama dagang, yang dapat diurai sebagai berikut: Bacto adalah nama dagang dari Pabrik pembuatnya (Difco Co); Soy dari asal kata soybean:kedelai, tone, singkatan dari peptone; jadi Bactosoyton artinya pepton kedelai yang dibuat oleh pabrik Difco.
8. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Media bactosoytone, kemudian dipindahkan ke Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandung bactosoytone. Pada Media Cair Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara cepat.
9. Kemudian, bakteri yang telah berbiak ini dimasukkan ke Media Cair Produksi, dimana bakteri ini mulai memproduksi asam glutamat; yang kemudian diubah menjadi MSG. Media Cair Produksi ini juga tidak mengandung bactosoytone.
10. Perlu dijelaskan disini bahwa bakteri penghasil MSG adalah Brevibacterium lactofermentum atau Corynebacterium glutamicum, adalah bakteri yang hidup dan berkembang pada media air. Jadi bakteri itu termasuk aqueous microorganisms.
11. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal POM di Jakarta menunjukkan bahwa:
Bactosoytone tidak terkontaminasi (tidak tercampur) dengan Lemak babi (data Analisis Gas Chromatography); Protein babi (data Analisis HPLC), maupun DNA-babi (data Analisis PCR).
MSG tidak terkontaminasi (tidak tercampur) dengan: Lemak babi (data Analisis Gas Chromatography); Protein babi (data Analisis HPLC), maupun DNA babi (data Analisis PCR).
12. Hasil Analisis yang dilakukan di Jepang (Kyoto University) juga menunjukkan bahwa baik MSG maupun Bactosoytone tidak terkontaminasi oleh enzim babi.
KESIMPULAN:
Bactosoytone (dari Difco Co) maupun Produk MSG (Ajino moto), jelas sedikitpun tidak mengandung unsur-unsur babi, baik lemak, protein maupun DNA-babi.
2. SEBELUM bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi: dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut Bactosoytone. Proses pada Butir 2 ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi membuat MSG (Proses pada Butir 1).
3. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco Company di AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam bahasa yang sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga menghasilkan peptida rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone itu. Enzim yang dipakai pada proses hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim inilah yang diisolasi dari pankreas-babi.
4. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses pembuatan media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim tersebut hanya mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi Bactosoytone, TANPA ikut masuk ke dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi Bactosoytone yang diproduksi dari proses hidrolisis-enzimatik itu, JELAS BEBAS dari unsur-unsur babi!!!, selain karena produk Bactosoytone yang terjadi itu mengalami proses "clarification" sebelum dipakai sebagai media pertumbuhan, juga karena memang unsur enzim Porcine ini tidak masuk dalam struktur molekul Bactosoytone, karena Porcine hanya sebagai katalis saja .
5. Proses clarification yang dimaksud adalah pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone yang terjadi. Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160oF selama sekurang-kurangnya 5 jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari produk Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan Bactosoytone yang terjadi diambil.
6. Perlu dijelaskan disini, bahwa proses pembuatan Media Bactosoytone ini merupakan proses yang terpisah sama sekali dengan proses pembuatan MSG. Media Bactosoytone merupakan suatu media pertumbuhan bakteri, dan dijual di pasar, tidak saja untuk bakteri pembuat MSG, tetapi juga untuk bakteri-bakteri lainnya yang digunakan untuk keperluan pembuatan produk biotek-industri lainnya.
7. Catatan: nama Bactosoytone merupakan nama dagang, yang dapat diurai sebagai berikut: Bacto adalah nama dagang dari Pabrik pembuatnya (Difco Co); Soy dari asal kata soybean:kedelai, tone, singkatan dari peptone; jadi Bactosoyton artinya pepton kedelai yang dibuat oleh pabrik Difco.
8. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Media bactosoytone, kemudian dipindahkan ke Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandung bactosoytone. Pada Media Cair Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara cepat.
9. Kemudian, bakteri yang telah berbiak ini dimasukkan ke Media Cair Produksi, dimana bakteri ini mulai memproduksi asam glutamat; yang kemudian diubah menjadi MSG. Media Cair Produksi ini juga tidak mengandung bactosoytone.
10. Perlu dijelaskan disini bahwa bakteri penghasil MSG adalah Brevibacterium lactofermentum atau Corynebacterium glutamicum, adalah bakteri yang hidup dan berkembang pada media air. Jadi bakteri itu termasuk aqueous microorganisms.
11. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal POM di Jakarta menunjukkan bahwa:
Bactosoytone tidak terkontaminasi (tidak tercampur) dengan Lemak babi (data Analisis Gas Chromatography); Protein babi (data Analisis HPLC), maupun DNA-babi (data Analisis PCR).
MSG tidak terkontaminasi (tidak tercampur) dengan: Lemak babi (data Analisis Gas Chromatography); Protein babi (data Analisis HPLC), maupun DNA babi (data Analisis PCR).
12. Hasil Analisis yang dilakukan di Jepang (Kyoto University) juga menunjukkan bahwa baik MSG maupun Bactosoytone tidak terkontaminasi oleh enzim babi.
KESIMPULAN:
Bactosoytone (dari Difco Co) maupun Produk MSG (Ajino moto), jelas sedikitpun tidak mengandung unsur-unsur babi, baik lemak, protein maupun DNA-babi.
Fungsikah MSG bagi kita ?
Memang tidak dipungkiri, kelezatan suatu hidangan dapat menambah gairah
santap. Berbagai carapun dilakukan untuk menghasilkannya. Salah satu
dengan menambahkan sedikit bahan penyedap rasa instan. Penyedap rasa
instan ini mudah didapat, harganyapun murah. Sehingga sering membuat
kita lupa, ada zat apa di balik penyedap makanan tersebut?
Sebenarnya kelezatan suatu hidangan tidak hanya diperoleh dari bahan penyedap rasa saja, tetapi dapat juga diperoleh dari bahan-bahan makanan yang masih segar dan bermutu baik.
Dari semua zat penting dalam makanan Glutamate merupakan salah satu komponen utama yang memberikan rasa lezat pada makanan.
Apa sih Glutamate itu ?
Glutamate adalah asam amino (amino acid) yang secara alami terdapat pada semua bahan makanan yang mengandung protein. Misalnya, keju, susu, daging, ikan dan sayuran. Glutamate juga diproduksi oleh tubuh manusia dan sangat diperlukan untuk metabolisme tubuh dan fungsi otak. Setiap orang rata-rata membutuhkan kurang lebih 11 gram Glutamate per hari yang didapat dari sumber protein alami.
Kalau begitu Monosodium Glutamate itu apa ?
Monosodium Glutamate adalah zat penambah rasa pada makanan yang dibuat dari hasil fermentasi zat tepung dan tetes dari gula beet atau gula tebu. Ketika MSG ditambahkan pada makanan, dia memberikan fungsi yang sama seperti Glutamate yaitu memberikan rasa sedap pada makanan. MSG sendiri terdiri dari air, sodium dan Glutamate.
Apakah kandungan sodium pada MSG tinggi ?
Tentu saja tidak, kandungan sodium pada MSG tidak tinggi hanya satu sampai tiga persen sodium. Sedangkan sodium pada garam dapur jumlahnya lebih banyak. Perbandingan jumlah sodium pada MSG dan garam dapur adalah (13% : 40%).
Apakah MSG mempunyai efek negatif terhadap tubuh ?
Ya, apalagi jika MSG digunakan secara berlebihan. 12 gram MSG per hari dapat menimbulkan gangguan lambung, gangguan tidur dan mual-mual. Bahkan beberapa orang ada yang mengalami reaksi alergi berupa gatal, mual dan panas. Tidak hanya itu saja MSG juga dapat memicu hipertensi, asma, kanker serta diabetes, kelumpuhan serta penurunan kecerdasan.
Apakah ada bahan pengganti lainnya agar masakan terasa sedap ?
Ada. Selain menngunakan bahan makanan yang bermutu baik dan masih segar, kita dapat memberi sedikit gula pasir pada masakan, karena gula pasir juga dapat memberi efek gurih pada masakan.
Sebenarnya kelezatan suatu hidangan tidak hanya diperoleh dari bahan penyedap rasa saja, tetapi dapat juga diperoleh dari bahan-bahan makanan yang masih segar dan bermutu baik.
Dari semua zat penting dalam makanan Glutamate merupakan salah satu komponen utama yang memberikan rasa lezat pada makanan.
Apa sih Glutamate itu ?
Glutamate adalah asam amino (amino acid) yang secara alami terdapat pada semua bahan makanan yang mengandung protein. Misalnya, keju, susu, daging, ikan dan sayuran. Glutamate juga diproduksi oleh tubuh manusia dan sangat diperlukan untuk metabolisme tubuh dan fungsi otak. Setiap orang rata-rata membutuhkan kurang lebih 11 gram Glutamate per hari yang didapat dari sumber protein alami.
Kalau begitu Monosodium Glutamate itu apa ?
Monosodium Glutamate adalah zat penambah rasa pada makanan yang dibuat dari hasil fermentasi zat tepung dan tetes dari gula beet atau gula tebu. Ketika MSG ditambahkan pada makanan, dia memberikan fungsi yang sama seperti Glutamate yaitu memberikan rasa sedap pada makanan. MSG sendiri terdiri dari air, sodium dan Glutamate.
Apakah kandungan sodium pada MSG tinggi ?
Tentu saja tidak, kandungan sodium pada MSG tidak tinggi hanya satu sampai tiga persen sodium. Sedangkan sodium pada garam dapur jumlahnya lebih banyak. Perbandingan jumlah sodium pada MSG dan garam dapur adalah (13% : 40%).
Apakah MSG mempunyai efek negatif terhadap tubuh ?
Ya, apalagi jika MSG digunakan secara berlebihan. 12 gram MSG per hari dapat menimbulkan gangguan lambung, gangguan tidur dan mual-mual. Bahkan beberapa orang ada yang mengalami reaksi alergi berupa gatal, mual dan panas. Tidak hanya itu saja MSG juga dapat memicu hipertensi, asma, kanker serta diabetes, kelumpuhan serta penurunan kecerdasan.
Apakah ada bahan pengganti lainnya agar masakan terasa sedap ?
Ada. Selain menngunakan bahan makanan yang bermutu baik dan masih segar, kita dapat memberi sedikit gula pasir pada masakan, karena gula pasir juga dapat memberi efek gurih pada masakan.
Keamanan monosodium glutamat
Hampir seabad lamanya, monosodium glutamat telah digunakan dengan aman
dan efektif dalam penyajian makanan. Sebab monosodium glutamat telah
dipakai secara luas sebagai bahan tambahan makanan maka sebagian besar
penelitian telah dilakukan mengenai keamanan dan daya gunanya. Beratus
studi ilmiah telah dilakukan terhadap glutamat dengan fokus pada
penggunaannya sebagai bahan makanan dan ditinjau ulang oleh para ilmuwan
dan dinas pengaturan di seluruh dunia dikombinasikan dengan manfaat
panjang penggunaannya, dengan jelas menunjukkan bahwa monosodium
glutamat adalah aman.
Di Amerika Serikat, monosodium glutamat (MSG) dianggap sebagai bahan makanan umum, seperti garam, serbuk kuweh dan merica. Zat itu dimasukkan ke dalam daftar Generally Recognized As Safe (GRAS) dari FDA (Food and Drug Administration) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pencantuman daftar ini berarti bahwa monosodium glutamat adalah aman untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Perundang-undangan Amerika Serikat tentang peraturan-peraturan Federal menyatakan, "Tidaklah praktis untuk membuat daftar dari semua bahan yang dianggap aman secara umum untuk penggunaan sebagai yang direncanakan. Meskipun demikian sebagai suatu ilustrasi, komisaris (dari FDA) mengganggap bahan-bahan makanan umum seperti garam, merica, cuka, bubuk pengembang roti dan monosodium glutamat itu sebagai aman untuk digunakan sebagai yang direncanakan". Monosodium glutamat juga disetujui oleh pemerintah-pemerintah sedunia, termasuk pemerintah di Eropa, Jepang dan negara-negara Asia lainnya, Amerika Utara dan Selatan, Afrika serta Australia dan Selandia Baru.
Di tahun 1987, the Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa monosodium glutamat itu aman. Panitia tersebut memutuskan bahwa tidaklah perlu untuk menetapkan suatu "Acceptable Daily Intake" dengan angka. Angka ADI itu kadang kala digunakan sebagai pedoman tingkat keamanan maksimum konsumsi bahan tambahan makanan.
Di tahun 1991, the European Commission's Scientific Committee for Food (SCF) menegaskan kembali keamanan monosodium glutamat. SCF juga berpendapat bahwa tidak perlu menetapkan Acceptable Daily Intake dengan angka.
Dalam laporannya kepada F.D.A di tahun 1995, setelah mengadakan peninjauan kembali secara komprehensif literatur ilmiah tentang monosodium glutamat, the Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) berkesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara glutamat bebas alamiah yang terdapat dalam jamur, kiju dan tomat dengan glutamat bebas yang dibuat (manusia) yang terdapat dalam MSG, protein yang dihidrolisa dan kecap kedelai. Laporan itu berkesimpulan bahwa monosodium glutamat adalah aman untuk rakyat pada umumnya.
Di Amerika Serikat, monosodium glutamat (MSG) dianggap sebagai bahan makanan umum, seperti garam, serbuk kuweh dan merica. Zat itu dimasukkan ke dalam daftar Generally Recognized As Safe (GRAS) dari FDA (Food and Drug Administration) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pencantuman daftar ini berarti bahwa monosodium glutamat adalah aman untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Perundang-undangan Amerika Serikat tentang peraturan-peraturan Federal menyatakan, "Tidaklah praktis untuk membuat daftar dari semua bahan yang dianggap aman secara umum untuk penggunaan sebagai yang direncanakan. Meskipun demikian sebagai suatu ilustrasi, komisaris (dari FDA) mengganggap bahan-bahan makanan umum seperti garam, merica, cuka, bubuk pengembang roti dan monosodium glutamat itu sebagai aman untuk digunakan sebagai yang direncanakan". Monosodium glutamat juga disetujui oleh pemerintah-pemerintah sedunia, termasuk pemerintah di Eropa, Jepang dan negara-negara Asia lainnya, Amerika Utara dan Selatan, Afrika serta Australia dan Selandia Baru.
Di tahun 1987, the Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa monosodium glutamat itu aman. Panitia tersebut memutuskan bahwa tidaklah perlu untuk menetapkan suatu "Acceptable Daily Intake" dengan angka. Angka ADI itu kadang kala digunakan sebagai pedoman tingkat keamanan maksimum konsumsi bahan tambahan makanan.
Di tahun 1991, the European Commission's Scientific Committee for Food (SCF) menegaskan kembali keamanan monosodium glutamat. SCF juga berpendapat bahwa tidak perlu menetapkan Acceptable Daily Intake dengan angka.
Dalam laporannya kepada F.D.A di tahun 1995, setelah mengadakan peninjauan kembali secara komprehensif literatur ilmiah tentang monosodium glutamat, the Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) berkesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara glutamat bebas alamiah yang terdapat dalam jamur, kiju dan tomat dengan glutamat bebas yang dibuat (manusia) yang terdapat dalam MSG, protein yang dihidrolisa dan kecap kedelai. Laporan itu berkesimpulan bahwa monosodium glutamat adalah aman untuk rakyat pada umumnya.
MSG dan Kesehatan : Sejarah, Efek dan Kontroversinya
Beberapa kali muncul kekhawatiran di media, terutama diwakili oleh
Lembaga Konsumen, soal di pasaran ada berbagai produk makanan ringan
dalam kemasan yang biasa dikonsumsi anak-anak, tidak mencantumkan
kandungan MSG (vetsin). Kritik tersebut menyatakan, konsumsi MSG dalam
jumlah tertentu mengancam kesehatan anak-anak. Menteri Kesehatan pun
sudah memberi pernyataan yang meminta BPOM menarik produk makanan
kemasan yang tidak mencantumkan kandungan MSG/ Seberapa jauhkah
sebenarnya MSG membahayakan kesehatan manusia ?
Sejarah
Jurnal Chemistry Senses [[6]] menyebutkan, Monosodium Glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya - asam, manis, asin dan pahit - dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sementara menurut beberapa media populer [[20]], sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa. Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per tahun [[8]].
Efek terhadap hewan coba
Di otak memang ada asam amino glutamat yang berfungsi sebagai neurotransmitter untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila terakumulasi di sinaps (celah antar sel syaraf) akan bersifat eksitotoksik bagi otak. Karena itu ada kerja dari glutamate transporter protein untuk menyerapnya dari cairan ekstraseluler, termasuk salah satu peranannya untuk keperluan sintesis GABA (Gamma Amino Butyric Acid) oleh kerja enzim Glutamic Acid Decarboxylase (GAD). GABA ini juga termasuk neurotransmitter sekaligus memiliki fungsi lain sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target dari sifat toksik glutamat. Disamping kerja glutamate transporter protein, ada enzim glutamine sintetase yang bertugas merubah amonia dan glutamat menjadi glutamin yang tidak berbahaya dan bisa dikeluarkan dari otak. Dengan cara ini, meski terakumulasi di otak, asam glutamat diusahakan untuk dipertahankan dalam kadar rendah dan non-toksik. Reseptor sejenis untuk glutamat juga ditemukan di beberapa bagian tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta dan usus. Pada konsumsi MGS, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan terikat di usus, dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah. Selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh termasuk akan menembus sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Sayangnya, seperti disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah melebihi kemampuan otak mempertahankannya dalam kadar rendah [[1]; [9]; [19]].
Jurnal Neurochemistry International bulan Maret 2003 melaporkan, pemberian MSG sebanyak 4 mg/g berat badan ke bayi tikus menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah neuron lebih sedikit dan rami dendrit (jaringan antar sel syaraf otak) lebih renggang. Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari dan memuncak pada umur 60 hari [[21]; [5]].
Sementara bila disuntikkan kepada tikus dewasa, dosis yang sama menimbulkan gangguan pada neuron dan daya ingat. Pada pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada nucleus arkuatus di hipothalamus (pusat pengolahan impuls syaraf) [[12]].
Sedang menurut Jurnal Brain Research, pemberian MSG 4 mg/g terhadap tikus hamil hari ke 17-21 menunjukkan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin menyerap MSG dua kali lipat daripada otak induknya. Juga 10 hari setelah lahir, anak-anak tikus ini lebih rentan mengalami kejang daripada yang induknya tidak mendapat MSG. Pada usia 60 hari, keterampilan mereka juga kalah dari kelompok lain yang induknya tidak mendapat MSG [[24]; [14]].
Tetapi kelompok anak-anak tikus yang mendapat MSG pada penelitian di atas justru lebih gemuk. Ternyata, MSG juga meningkatkan ekskresi insulin sehingga tikus-tikus tersebut cenderung menderita obesitas. Pada penelitian lain, bila diteruskan sampai 3 bulan, ternyata akan terjadi resistensi terhadap insulin dan berisiko menderita diabetes [[3]; [7]]).
Penelitian lain di Jurnal of Nutritional Science Vitaminologi bulan April 2003, pemberian MSG terhadap tikus juga mengganggu metabolisme lipid dan aktivitas enzim anti-oksidan di jaringan pembuluh darah, menjadikan risiko hipertensi dan penyakit jantung. Kerusakan enzim anti-oksidan ini ternyata yang juga menimbulkan kerusakan kronis di jaringan syaraf. Secara umum, anti oksidan memang berperan penting bagi kesehatan di seluruh bagian tubuh [[16]; [17]].
Ada juga laporan dari Experimental Eye Research tahun 2002 bahwa konsumsi tinggi MSG berakibat kerusakan pada fungsi dan morfologi retina. Akibatnya banyak terjadi glaukoma (peninggian tekanan dalam bola mata). Proses ini terjadi secara perlahan, yang kalau pada manusia diduga akan terjadi pada umur sekitar 40 tahun, setelah konsumsi MSG sejak anak-anak [[11]].
Efek terhadap manusia
Pada tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan MSG sebagai "generally recognized as safe" (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus. Tetapi tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran china sehingga disebut "Chinese Restaurant Syndrome". Karena kompisisinya dianggap signifikan dalam masakan itu, MSG diduga sebagai penyebabnya, tetapi belum dilaporkan bukti ilmiahnya [[4]].
Untuk itu, tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120 mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Mengingat belum ada data pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari 12 minggu. Tahun 1980, laporan-laporan tentang hubungan MSG dengan Chinese Restaurant Syndrome ini kembali banyak muncul berupa sakit kepala, palpitasi (berdebar-debar), mual dan muntah. Pada tahun ini pula diketahui bahwa glutamate berperan penting pada fungsi sistem syaraf, sehingga muncul pertanyaan, seberapa jauh MSG berpengaruh terhadap otak.
Selanjutnya di tahun 1986, Advisory Committee on Hypersensitivity to Food Constituent di FDA menyatakan, pada umumnya konsumsi MSG itu aman, tetapi bisa terjadi reaksi jangka pendek pada sekelompok orang. Hal ini didukung juga oleh laporan dari European Communities (EC) Scientific Committee for Foods tahun 1991. Untuk itu, FDA memutuskan tidak menetapkan batasan pasti untuk konsumsi MSG. Usaha penelitian masih dilanjutkan, bekerja sama dengan FASEB (Federation of American Societies for Experimental Biology) sejak tahun 1992.
Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara umum MSG aman dikonsumsi. Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku-kaku otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome. Sndrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3 - 5 jam. Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25% dari populasi.
Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5 â?“ 2,5 g MSG. Sementara untuk penyakit-penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG [[23]; [18]].
Kontroversi
Sejauh ini, belum banyak penelitian langsung terhadap manusia. Hasil dari penelitian dari hewan, memang diupayakan untuk dicoba pada manusia. Tetapi hasil-hasilnya masih bervariasi. Sebagian menunjukkan efek negatif MSG seperti pada hewan, tetapi sebagian juga tidak berhasil membuktikan. Yang sudah cukup jelas adalah efek ke terjadinya migren terutama pada usia anak-anak dan remaja seperti laporan Jurnal Pediatric Neurology [[10]]. Memang disepakati bahwa usia anak-anak atau masa pertumbuhan lebih sensitif terhadap efek MSG daripada kelompok dewasa. Sementara untuk efek terjadinya kejang dan urtikaria (gatal-gatal dan bengkak di kulit seperti pada kasus alergi makanan), masih belum bisa dibuktikan [[15]].
Di sisi lain, Jurnal Appetite tahun 2002 melaporkan, faktor psikologis juga berpengaruh. Bila seseorang sudah merasa dirinya sensitif, maka berapapun kadar yang ada, MSG Complex Syndrome akan terjadi. Sebaliknya, ada kelompok lain yang memerlukan dosis MSG lebih tinggi dibanding rata-rata orang, untuk mendapatkan sensasi rasa lezat. Diduga, paparan terus menerus menyebabkan peninggian ambang rangsang reseptor di otak untuk asam glutamat [[13]].
Begitupun, menyadari tingginya konsumsi MSG di wilayah Asia, WHO menggunakan MSG untuk program fortifikasi vitamin A. Di Indonesia pernah dilakukan pada tahun 1996. Juga, penggunaan MSG bisa menjadi salah satu pilihan dalam menurunkan konsumsi garam (sodium) yang berhubungan dengan kejadian hipertensi khususnya pada golongan manula. Hal ini karena untuk mencapai efek rasa yang sama, MSG hanya mengandung 30% natrium dibanding garam [[2]].
Sementara itu, Jurnal Nutritional Sciences tahun 2000 melaporkan, kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah konsumsi MSG 30 mg/kg berat badan/hari, yang berarti sudah mulai melampaui kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam 3 jam. Peningkatan yang signifikan baru mulai terjadi pada konsumsi 150 mg/kg berat badan/hari. Efek ini makin kuat bila konsumsi ini bersifat jangka pendek dan besar atau dalam dosis tinggi (3 gr atau lebih dalam sekali makan). Juga ternyata MSG lebih mudah menimbulkan efek bila tersaji dalam bentuk makanan berkuah [[22]].
Sebenarnya hampir semua bahan makanan sudah mengandung glutamat. Dalam urutan makin tinggi, beberapa diantaranya mengandung kadar tinggi seperti : susu, telur, daging, ikan, ayam, kentang, jagung, tomat, brokoli, jamur, anggur, kecap, saus dan keju. Termasuk dalam hal ini juga bumbu-bumbu penyedap alami seperti vanili atau daun pandan. Melihat hasil penelitian untuk batasan metabolisme (30 mg/kg/hari) berarti rata-rata dalam sehari dibatasi penambahan maksimal 2,5 - 3,5 g MSG (berat badan 50 - 70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara, satu sendok teh rata-rata berisi 4 - 6 gram MSG. Masalahnya, sumber penambahan MSG sering tidak disadari pada beberapa sajian berkuah, sehingga tidak semata-mata penambahan dari MSG yang sengaja ditambahkan atau yang dari sediaan di meja makan. Masih belum dicapai kesepakatan mengenai glutamat dari sumber alamiah dan non alamiah ini. Sejauh ini dinyatakan tidak ada perbedaan proses metabolisme di dalam tubuh diantara keduanya. Yang jelas, aturan FDA tidak mengharuskan pencantuman dalam label untuk glutamat dalam bahan-bahan alamiah tersebut.
Yang perlu disadari, seringkali makanan kemasan tidak mencantumkan MSG ini secara jelas. Banyak nama lain yang sebenarnya juga mengandung MSG seperti : penyedap rasa, hydrolized protein, yeast food, natural flavoring, modified starch, textured protein, autolyzed yeast, seasoned salt, soy protein dan istilah-istilah sejenis. Akibatnya, kadar asam glutamat sesungguhnya, seringkali tidak seperti yang dicantumkan. Aturan mengharuskan pencantuman komposisi dalam kemasan harus jelas agar konsumen dapat mempertimbangkannya sesuai kondisi masing-masing.
Mensikapi hasil penelitian yang masih diliputi kontroversi, ada satu kekhawatiran bahwa efek MSG ini memang bersifat lambat. Seperti pada penelitian terhadap hewan, efek tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi setelah konsumsi jangka panjang meski dalam dosis rendah. Sayang penelitian jangka panjang tentu saja sulit dilakukan pada manusia. Diduga, akumulasi terus menerus dalam dosis rendah ini yang perlu diwaspadai. Di sisi lain, sebenarnya berusaha beralih ke penyedap rasa alami, memang lebih baik. Meski begitu, bagi yang sudah terbiasa memang tidak mudah, karena ada semacam kecanduan terhadap efek MSG ini terhadap reseptor di otak pemberi rasa sedap.
Prev: MSG adalah suatu tradisi
Sejarah
Jurnal Chemistry Senses [[6]] menyebutkan, Monosodium Glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya - asam, manis, asin dan pahit - dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sementara menurut beberapa media populer [[20]], sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa. Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per tahun [[8]].
Efek terhadap hewan coba
Di otak memang ada asam amino glutamat yang berfungsi sebagai neurotransmitter untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila terakumulasi di sinaps (celah antar sel syaraf) akan bersifat eksitotoksik bagi otak. Karena itu ada kerja dari glutamate transporter protein untuk menyerapnya dari cairan ekstraseluler, termasuk salah satu peranannya untuk keperluan sintesis GABA (Gamma Amino Butyric Acid) oleh kerja enzim Glutamic Acid Decarboxylase (GAD). GABA ini juga termasuk neurotransmitter sekaligus memiliki fungsi lain sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target dari sifat toksik glutamat. Disamping kerja glutamate transporter protein, ada enzim glutamine sintetase yang bertugas merubah amonia dan glutamat menjadi glutamin yang tidak berbahaya dan bisa dikeluarkan dari otak. Dengan cara ini, meski terakumulasi di otak, asam glutamat diusahakan untuk dipertahankan dalam kadar rendah dan non-toksik. Reseptor sejenis untuk glutamat juga ditemukan di beberapa bagian tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta dan usus. Pada konsumsi MGS, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan terikat di usus, dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah. Selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh termasuk akan menembus sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Sayangnya, seperti disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah melebihi kemampuan otak mempertahankannya dalam kadar rendah [[1]; [9]; [19]].
Jurnal Neurochemistry International bulan Maret 2003 melaporkan, pemberian MSG sebanyak 4 mg/g berat badan ke bayi tikus menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah neuron lebih sedikit dan rami dendrit (jaringan antar sel syaraf otak) lebih renggang. Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari dan memuncak pada umur 60 hari [[21]; [5]].
Sementara bila disuntikkan kepada tikus dewasa, dosis yang sama menimbulkan gangguan pada neuron dan daya ingat. Pada pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada nucleus arkuatus di hipothalamus (pusat pengolahan impuls syaraf) [[12]].
Sedang menurut Jurnal Brain Research, pemberian MSG 4 mg/g terhadap tikus hamil hari ke 17-21 menunjukkan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin menyerap MSG dua kali lipat daripada otak induknya. Juga 10 hari setelah lahir, anak-anak tikus ini lebih rentan mengalami kejang daripada yang induknya tidak mendapat MSG. Pada usia 60 hari, keterampilan mereka juga kalah dari kelompok lain yang induknya tidak mendapat MSG [[24]; [14]].
Tetapi kelompok anak-anak tikus yang mendapat MSG pada penelitian di atas justru lebih gemuk. Ternyata, MSG juga meningkatkan ekskresi insulin sehingga tikus-tikus tersebut cenderung menderita obesitas. Pada penelitian lain, bila diteruskan sampai 3 bulan, ternyata akan terjadi resistensi terhadap insulin dan berisiko menderita diabetes [[3]; [7]]).
Penelitian lain di Jurnal of Nutritional Science Vitaminologi bulan April 2003, pemberian MSG terhadap tikus juga mengganggu metabolisme lipid dan aktivitas enzim anti-oksidan di jaringan pembuluh darah, menjadikan risiko hipertensi dan penyakit jantung. Kerusakan enzim anti-oksidan ini ternyata yang juga menimbulkan kerusakan kronis di jaringan syaraf. Secara umum, anti oksidan memang berperan penting bagi kesehatan di seluruh bagian tubuh [[16]; [17]].
Ada juga laporan dari Experimental Eye Research tahun 2002 bahwa konsumsi tinggi MSG berakibat kerusakan pada fungsi dan morfologi retina. Akibatnya banyak terjadi glaukoma (peninggian tekanan dalam bola mata). Proses ini terjadi secara perlahan, yang kalau pada manusia diduga akan terjadi pada umur sekitar 40 tahun, setelah konsumsi MSG sejak anak-anak [[11]].
Efek terhadap manusia
Pada tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan MSG sebagai "generally recognized as safe" (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus. Tetapi tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran china sehingga disebut "Chinese Restaurant Syndrome". Karena kompisisinya dianggap signifikan dalam masakan itu, MSG diduga sebagai penyebabnya, tetapi belum dilaporkan bukti ilmiahnya [[4]].
Untuk itu, tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120 mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Mengingat belum ada data pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari 12 minggu. Tahun 1980, laporan-laporan tentang hubungan MSG dengan Chinese Restaurant Syndrome ini kembali banyak muncul berupa sakit kepala, palpitasi (berdebar-debar), mual dan muntah. Pada tahun ini pula diketahui bahwa glutamate berperan penting pada fungsi sistem syaraf, sehingga muncul pertanyaan, seberapa jauh MSG berpengaruh terhadap otak.
Selanjutnya di tahun 1986, Advisory Committee on Hypersensitivity to Food Constituent di FDA menyatakan, pada umumnya konsumsi MSG itu aman, tetapi bisa terjadi reaksi jangka pendek pada sekelompok orang. Hal ini didukung juga oleh laporan dari European Communities (EC) Scientific Committee for Foods tahun 1991. Untuk itu, FDA memutuskan tidak menetapkan batasan pasti untuk konsumsi MSG. Usaha penelitian masih dilanjutkan, bekerja sama dengan FASEB (Federation of American Societies for Experimental Biology) sejak tahun 1992.
Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara umum MSG aman dikonsumsi. Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku-kaku otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome. Sndrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3 - 5 jam. Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25% dari populasi.
Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5 â?“ 2,5 g MSG. Sementara untuk penyakit-penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG [[23]; [18]].
Kontroversi
Sejauh ini, belum banyak penelitian langsung terhadap manusia. Hasil dari penelitian dari hewan, memang diupayakan untuk dicoba pada manusia. Tetapi hasil-hasilnya masih bervariasi. Sebagian menunjukkan efek negatif MSG seperti pada hewan, tetapi sebagian juga tidak berhasil membuktikan. Yang sudah cukup jelas adalah efek ke terjadinya migren terutama pada usia anak-anak dan remaja seperti laporan Jurnal Pediatric Neurology [[10]]. Memang disepakati bahwa usia anak-anak atau masa pertumbuhan lebih sensitif terhadap efek MSG daripada kelompok dewasa. Sementara untuk efek terjadinya kejang dan urtikaria (gatal-gatal dan bengkak di kulit seperti pada kasus alergi makanan), masih belum bisa dibuktikan [[15]].
Di sisi lain, Jurnal Appetite tahun 2002 melaporkan, faktor psikologis juga berpengaruh. Bila seseorang sudah merasa dirinya sensitif, maka berapapun kadar yang ada, MSG Complex Syndrome akan terjadi. Sebaliknya, ada kelompok lain yang memerlukan dosis MSG lebih tinggi dibanding rata-rata orang, untuk mendapatkan sensasi rasa lezat. Diduga, paparan terus menerus menyebabkan peninggian ambang rangsang reseptor di otak untuk asam glutamat [[13]].
Begitupun, menyadari tingginya konsumsi MSG di wilayah Asia, WHO menggunakan MSG untuk program fortifikasi vitamin A. Di Indonesia pernah dilakukan pada tahun 1996. Juga, penggunaan MSG bisa menjadi salah satu pilihan dalam menurunkan konsumsi garam (sodium) yang berhubungan dengan kejadian hipertensi khususnya pada golongan manula. Hal ini karena untuk mencapai efek rasa yang sama, MSG hanya mengandung 30% natrium dibanding garam [[2]].
Sementara itu, Jurnal Nutritional Sciences tahun 2000 melaporkan, kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah konsumsi MSG 30 mg/kg berat badan/hari, yang berarti sudah mulai melampaui kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam 3 jam. Peningkatan yang signifikan baru mulai terjadi pada konsumsi 150 mg/kg berat badan/hari. Efek ini makin kuat bila konsumsi ini bersifat jangka pendek dan besar atau dalam dosis tinggi (3 gr atau lebih dalam sekali makan). Juga ternyata MSG lebih mudah menimbulkan efek bila tersaji dalam bentuk makanan berkuah [[22]].
Sebenarnya hampir semua bahan makanan sudah mengandung glutamat. Dalam urutan makin tinggi, beberapa diantaranya mengandung kadar tinggi seperti : susu, telur, daging, ikan, ayam, kentang, jagung, tomat, brokoli, jamur, anggur, kecap, saus dan keju. Termasuk dalam hal ini juga bumbu-bumbu penyedap alami seperti vanili atau daun pandan. Melihat hasil penelitian untuk batasan metabolisme (30 mg/kg/hari) berarti rata-rata dalam sehari dibatasi penambahan maksimal 2,5 - 3,5 g MSG (berat badan 50 - 70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara, satu sendok teh rata-rata berisi 4 - 6 gram MSG. Masalahnya, sumber penambahan MSG sering tidak disadari pada beberapa sajian berkuah, sehingga tidak semata-mata penambahan dari MSG yang sengaja ditambahkan atau yang dari sediaan di meja makan. Masih belum dicapai kesepakatan mengenai glutamat dari sumber alamiah dan non alamiah ini. Sejauh ini dinyatakan tidak ada perbedaan proses metabolisme di dalam tubuh diantara keduanya. Yang jelas, aturan FDA tidak mengharuskan pencantuman dalam label untuk glutamat dalam bahan-bahan alamiah tersebut.
Yang perlu disadari, seringkali makanan kemasan tidak mencantumkan MSG ini secara jelas. Banyak nama lain yang sebenarnya juga mengandung MSG seperti : penyedap rasa, hydrolized protein, yeast food, natural flavoring, modified starch, textured protein, autolyzed yeast, seasoned salt, soy protein dan istilah-istilah sejenis. Akibatnya, kadar asam glutamat sesungguhnya, seringkali tidak seperti yang dicantumkan. Aturan mengharuskan pencantuman komposisi dalam kemasan harus jelas agar konsumen dapat mempertimbangkannya sesuai kondisi masing-masing.
Mensikapi hasil penelitian yang masih diliputi kontroversi, ada satu kekhawatiran bahwa efek MSG ini memang bersifat lambat. Seperti pada penelitian terhadap hewan, efek tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi setelah konsumsi jangka panjang meski dalam dosis rendah. Sayang penelitian jangka panjang tentu saja sulit dilakukan pada manusia. Diduga, akumulasi terus menerus dalam dosis rendah ini yang perlu diwaspadai. Di sisi lain, sebenarnya berusaha beralih ke penyedap rasa alami, memang lebih baik. Meski begitu, bagi yang sudah terbiasa memang tidak mudah, karena ada semacam kecanduan terhadap efek MSG ini terhadap reseptor di otak pemberi rasa sedap.
Prev: MSG adalah suatu tradisi
MSG adalah Suatu tradisi
Dari semua makanan dan bumbu masak yang kaya akan glutamat, saos ikan
dikenal duluan paling lama. Di zaman peradaban purbakala Yunani dan
Romawi, saos ikan adalah bumbu masak yang paling banyak digunakan.
Seperti halnya minuman anggur dan minyak goreng, barang-barang itu
merupakan barang dagangan yang penting. Perdagangan saos ikan yang
digunakan sebagai bumbu masak tercatat pada abad ke tujuh sebelum
masehi.
Reruntuhan dari pabrik-pabrik besar yang mengasinkan ikan telah digali kembali sepanjang garis pantai mediteranean. Di sana diketemukan lebih dari seratus pabrik dan saos ikan dikapalkan dalam bejana yang tinggi yang disebut amphora. Temuan-temuan arkeologis membuka tabir amphora yang kedapatan ada guratan-guratan dengan rincian tentang kualitas produknya, nama pembuatnya dan ramuan-ramuan yang digunakan. Daftar nama bumbu masak abad ke tujuh menyebut saos ikan itu "Garum". Catatan dalam tahun 968 memberitahukan kita bahwa Emperor Byzantine Nikephoros II menjamu utusan Sri Paus Otto I dengan kambing guling yang dibumbui bawang merah, bawang perai, garum. Di abad ke tujuh garum hilang dari meja makan Eropa. Meskipun begitu, resepnya telah diwariskan dan garum muncul kembali dalam biara-biara sebagai "obat rahasia" dengan efek menggairahkan nafsu makan. Saos ikan yang masin dapat mengklaim sejarah lebih dari 2500 tahun. Ini merupakan bumbu masak umami tertua di dunia.
Glutamat bebas dalam bumbu masak
mg/100g
Saos Ikan anchovy
630
Bovril
498
Saos oister
900
Saos kedalai
782
Nam pra (Saos ikan)
950
Sekarang, selera makan dan preferensi manusia terhadap asam amino sama kuat dan sehat seperti semula. Di Italia modern, glutamatlah yang membantu pengutamaan rasa saos tomat yang menyertai kemasyhuran hidangan pasta dan pizza negeri itu. Glutamat terdapat dalam ekstrak daging (Bovril) di negeri barat dan dalan rumput laut dan ikan kering yang digunakan untuk membuat soup stocks dan saos kedelai di Jepang.kemasyhuran hidangan pasta dan pizza negeri itu. Glutamat terdapat dalam ekstrak daging (Bovril) di negeri barat dan dalan rumput laut dan ikan kering yang digunakan untuk membuat soup stocks dan saos kedelai di Jepang.
Prev: MSG adalah racun yang lezat
Reruntuhan dari pabrik-pabrik besar yang mengasinkan ikan telah digali kembali sepanjang garis pantai mediteranean. Di sana diketemukan lebih dari seratus pabrik dan saos ikan dikapalkan dalam bejana yang tinggi yang disebut amphora. Temuan-temuan arkeologis membuka tabir amphora yang kedapatan ada guratan-guratan dengan rincian tentang kualitas produknya, nama pembuatnya dan ramuan-ramuan yang digunakan. Daftar nama bumbu masak abad ke tujuh menyebut saos ikan itu "Garum". Catatan dalam tahun 968 memberitahukan kita bahwa Emperor Byzantine Nikephoros II menjamu utusan Sri Paus Otto I dengan kambing guling yang dibumbui bawang merah, bawang perai, garum. Di abad ke tujuh garum hilang dari meja makan Eropa. Meskipun begitu, resepnya telah diwariskan dan garum muncul kembali dalam biara-biara sebagai "obat rahasia" dengan efek menggairahkan nafsu makan. Saos ikan yang masin dapat mengklaim sejarah lebih dari 2500 tahun. Ini merupakan bumbu masak umami tertua di dunia.
Glutamat bebas dalam bumbu masak
mg/100g
Saos Ikan anchovy
630
Bovril
498
Saos oister
900
Saos kedalai
782
Nam pra (Saos ikan)
950
Sekarang, selera makan dan preferensi manusia terhadap asam amino sama kuat dan sehat seperti semula. Di Italia modern, glutamatlah yang membantu pengutamaan rasa saos tomat yang menyertai kemasyhuran hidangan pasta dan pizza negeri itu. Glutamat terdapat dalam ekstrak daging (Bovril) di negeri barat dan dalan rumput laut dan ikan kering yang digunakan untuk membuat soup stocks dan saos kedelai di Jepang.kemasyhuran hidangan pasta dan pizza negeri itu. Glutamat terdapat dalam ekstrak daging (Bovril) di negeri barat dan dalan rumput laut dan ikan kering yang digunakan untuk membuat soup stocks dan saos kedelai di Jepang.
Prev: MSG adalah racun yang lezat
MSG adalah racun yang lezat
Salah satu zat aditif (tambahan) untuk makanan yang beken sekaligus
kontroversial adalah MSG (monosodium glutamat). Pemberitaan tentang MSG
-seingat saya- tidak pernah heboh (kecuali kasus Ajinomoto jaman pak
Dur) dan dampaknya tidak signifikan terhadap industri. Abang bakso (dan
kawan-kawannya penjual makanan keliling maupun tidak keliling) tetap
setia pakai MSG dan pelanggannya juga tetap setia (sebelum merebak
penggunaan pengawet dan bakso tikus).
Di Indonesia, bahkan penelitian-penelitian dikembangkan untuk mencari alternatif bahan baku pembuatan MSG.
Dari hasil cari informasi, saya mendapati bahwa untuk kasus MSG ini publik terbagi menjadi 2 ekstrim: MSG is deadly dangerous (karena itu sampai diadakan pendekatan ke pemerintah untuk menekan perusahaan pembuat MSG. note: bukan di indo sini) dan MSG aman dikonsumsi.
Ke sebelah mana anda berpihak, tentu itu hak prerogatif anda saja. US FDA sendiri berkata "generally recognized as safe": MSG aman untuk pemakaian tak berlebih, dalam kelas yang sama dengan garam, cuka, serta soda kue. Gosipnya, ada duit gede yang beredar dalam rangka sustainability produsen MSG di Amrik sono. Entah… saya tidak mencari tahu.
Saya? Saya sih adem saja, walaupun setia cerewet untuk memperingatkan orang-orang dekat untuk menjauhi MSG. *hihi, adem kok cerewet* Di rumah tak ada persediaan vetsin. Tapi kalau harus berurusan dengan mi instan, nyerah juga saya. Lha wong kalau sedang kepepet (misal jatah makan saya diembat adik yang emang napsu makannya rada gila2an), saya juga makan :p
Anda ingin diet bebas MSG? Kalau masak sendiri dan semua bumbu asli racikan dapur anda, tentu tidak ada masalah. Tapi kalau membeli makanan dalam kemasan, lain ceritanya. Dan kemasan yang bertuliskan ‘No MSG‘ atau ‘tanpa MSG‘, belum tentu benar-benar bebas glutamat. Kita tetap perlu mencermati tulisan yang tertera setelah ‘komposisi’.
Alias paling sederhana adalah mononatrium glutamat. Yang pernah belajar kimia (dalam bahasa Inggris), tentu tak berpikir dua kali untuk mencerna bahwa sodium itu bahasa Inggris-nya natrium.
Alias lainnya adalah hydrolysed protein (protein terhidrolisa), hydrolysed vegetable protein (protein sayuran terhidrolisa), sodium caseinate, autolysed yeast (atau yeast extract atau ekstrak ragi), tepung gandum terhidrolisa, dan minyak jagung.
Penyedap yang ‘seringkali‘ berisi MSG adalah whey extract (ekstrak gandum), malt extract / flavoring (ekstrak malt), seasonings (tulisan ini ada di bungkus bumbu mi instan), flavourings (termasuk yang natural ataupun rasa lain seperti daging), broth (istilah ini sering dipakai di lab. mikrobiologi untuk medium pertumbuhan bakteri, biasanya mengandung yeast extract).
Sedangkan sumber MSG yang ‘mungkin‘ di antaranya adalah carrageenan atau vegetable gum, enzim, protein (termasuk isolat atau konsentratnya), soy protein atawa protein kedelai, soy sauce alias kecap, serta whey protein concentrate.
Nama ‘alias’ dari MSG ini sudah lama digunakan (paling tidak 10 tahun yang lalu) sejak ditemukannya efek negatif dari konsumsi MSG. Produsen yang menyadari bahwa konsumen semakin ‘pintar’, tak ingin kalah pintar dengan cara menyiasati peraturan. Produsen bisa jadi memang tak bersalah. Yang ditambahkan pada makanan kemasan memang bukan MSG, melainkan bentuk lain bernama lain namun hasil dan efek sampingnya (bisa jadi) sama dengan MSG.
US FDA memperkecil kemungkinan penyiasatan tersebut dengan pengharusan pencantuman ‘contains glutamate‘ untuk aditif apapun yang mengandung glutamat dalam kadar yang signifikan (sebagai penguat rasa). Tapi rasanya keharusan ini tidak berlaku di Indonesia, karena saya belum pernah lihat ada tulisan tersebut setelah kata ‘yeast extract‘.
Lagi-lagi, sindrom negara dunia ke-3: produsen adalah raja. "Elu mau beli ya sukur, gak mau beli ya gak usah cerewet". Sadisnya, tiap hari kita bermandikan iklan yang mengaitkan makanan produk mereka dengan gaya hidup tertentu. *padahal bahan bakunya belum tentu yang berkualitas paling baik*
Coba tengok lagi simpanan makanan-dalam-kemasan (a.k.a processed foods) anda, mi instan, snack, nugget (apapun merk dan jenisnya), kecap, dll. Apakah ada bahan yang saya sebutkan? Dan ini masih di luar pengawet, pewarna, dan aditif lain.
0 comments share
Di Indonesia, bahkan penelitian-penelitian dikembangkan untuk mencari alternatif bahan baku pembuatan MSG.
Dari hasil cari informasi, saya mendapati bahwa untuk kasus MSG ini publik terbagi menjadi 2 ekstrim: MSG is deadly dangerous (karena itu sampai diadakan pendekatan ke pemerintah untuk menekan perusahaan pembuat MSG. note: bukan di indo sini) dan MSG aman dikonsumsi.
Ke sebelah mana anda berpihak, tentu itu hak prerogatif anda saja. US FDA sendiri berkata "generally recognized as safe": MSG aman untuk pemakaian tak berlebih, dalam kelas yang sama dengan garam, cuka, serta soda kue. Gosipnya, ada duit gede yang beredar dalam rangka sustainability produsen MSG di Amrik sono. Entah… saya tidak mencari tahu.
Saya? Saya sih adem saja, walaupun setia cerewet untuk memperingatkan orang-orang dekat untuk menjauhi MSG. *hihi, adem kok cerewet* Di rumah tak ada persediaan vetsin. Tapi kalau harus berurusan dengan mi instan, nyerah juga saya. Lha wong kalau sedang kepepet (misal jatah makan saya diembat adik yang emang napsu makannya rada gila2an), saya juga makan :p
Anda ingin diet bebas MSG? Kalau masak sendiri dan semua bumbu asli racikan dapur anda, tentu tidak ada masalah. Tapi kalau membeli makanan dalam kemasan, lain ceritanya. Dan kemasan yang bertuliskan ‘No MSG‘ atau ‘tanpa MSG‘, belum tentu benar-benar bebas glutamat. Kita tetap perlu mencermati tulisan yang tertera setelah ‘komposisi’.
Alias paling sederhana adalah mononatrium glutamat. Yang pernah belajar kimia (dalam bahasa Inggris), tentu tak berpikir dua kali untuk mencerna bahwa sodium itu bahasa Inggris-nya natrium.
Alias lainnya adalah hydrolysed protein (protein terhidrolisa), hydrolysed vegetable protein (protein sayuran terhidrolisa), sodium caseinate, autolysed yeast (atau yeast extract atau ekstrak ragi), tepung gandum terhidrolisa, dan minyak jagung.
Penyedap yang ‘seringkali‘ berisi MSG adalah whey extract (ekstrak gandum), malt extract / flavoring (ekstrak malt), seasonings (tulisan ini ada di bungkus bumbu mi instan), flavourings (termasuk yang natural ataupun rasa lain seperti daging), broth (istilah ini sering dipakai di lab. mikrobiologi untuk medium pertumbuhan bakteri, biasanya mengandung yeast extract).
Sedangkan sumber MSG yang ‘mungkin‘ di antaranya adalah carrageenan atau vegetable gum, enzim, protein (termasuk isolat atau konsentratnya), soy protein atawa protein kedelai, soy sauce alias kecap, serta whey protein concentrate.
Nama ‘alias’ dari MSG ini sudah lama digunakan (paling tidak 10 tahun yang lalu) sejak ditemukannya efek negatif dari konsumsi MSG. Produsen yang menyadari bahwa konsumen semakin ‘pintar’, tak ingin kalah pintar dengan cara menyiasati peraturan. Produsen bisa jadi memang tak bersalah. Yang ditambahkan pada makanan kemasan memang bukan MSG, melainkan bentuk lain bernama lain namun hasil dan efek sampingnya (bisa jadi) sama dengan MSG.
US FDA memperkecil kemungkinan penyiasatan tersebut dengan pengharusan pencantuman ‘contains glutamate‘ untuk aditif apapun yang mengandung glutamat dalam kadar yang signifikan (sebagai penguat rasa). Tapi rasanya keharusan ini tidak berlaku di Indonesia, karena saya belum pernah lihat ada tulisan tersebut setelah kata ‘yeast extract‘.
Lagi-lagi, sindrom negara dunia ke-3: produsen adalah raja. "Elu mau beli ya sukur, gak mau beli ya gak usah cerewet". Sadisnya, tiap hari kita bermandikan iklan yang mengaitkan makanan produk mereka dengan gaya hidup tertentu. *padahal bahan bakunya belum tentu yang berkualitas paling baik*
Coba tengok lagi simpanan makanan-dalam-kemasan (a.k.a processed foods) anda, mi instan, snack, nugget (apapun merk dan jenisnya), kecap, dll. Apakah ada bahan yang saya sebutkan? Dan ini masih di luar pengawet, pewarna, dan aditif lain.
0 comments share
WASPADAI BAHAYA MSG
Ratusan penelitian para ahli di mancanegara menunjukkan, vetsin alias
MSG sebagai "penyedap makanan" -- bukan soal halal atau haram, yang
jelas merusak otak anak-anak. Sedangkan untuk orang dewasa akibatnya
bisa memicu degeneratif syaraf otak, dengan munculnya parkinson,
huntington, ALS dan alzheimer alias pikun. Pejabat pemerintah maupun
media massa memilih bungkam, semata-mata demi uang !
BANGSA Indian punya sebuah petuah terkenal. Bunyinya, begini: "Bumi tempat kita hidup hari ini bukanlah warisan nenek moyang kita. Tapi merupakan pinjaman dari anak cucu kita." Nasehat turun-temurun itu mengingatkan agar manusia tidak berlaku zalim terhadap alam lingkungan serta bumi seisinya.
Manusia bertindak zalim bukan hanya terhadap alam lingkungan – dan sejarah membuktikan akibatnya sungguh tidak terpermanai. Perilaku zalim di antara sesama manusia, pun sudah menjadi pengetahuan umum membawa beragam kesengsaraan. Dan lebih tragis lagi adalah ketika kezaliman justru dilakukan terhadap diri sendiri.
Contoh menzalimi diri sendiri, misalnya, kegemaran merokok. Ini mungkin
masih dianggap kecil dibandingkan dengan kecanduan narkotika. Nah, jika
narkotika sudah luas terbukti berakibat fatal, maka ada lagi kecanduan
setara terhadap bahan kimia lain yang tak kalah gawatnya untuk
kehidupan anak manusia. Bahan kimia dimaksud adalah Monosodium Glutamate (MSG) alias bumbu penyedap makanan. Di Indonesia, mulanya dikenal sebagai vetsin. Atau lazim pula
dilafalkan jadi micin. Merek dagang yang ditawarkan beragam -- tanpa perlu disebut lagi, semua penyedap makanan itu tulen berupa bumbu kimia.
MSG Merusak Syaraf Otak
Ratusan penelitian para ahli di mancanegara menunjukkan, MSG sebagai "penyedap makanan" berakibat merusak otak anak-anak. Dalam masa pertumbuhan, efeknya buruk terhadap sistem syaraf anak. Mereka mengalami kesulitan secara emosional -- dan lemah untuk belajar. Bukti ilmiah pula menunjukkan bahan kimia ini secara permanen merusak bagian otak paling kritis yang mengendalikan hormon. Sehingga kelak manusia menghadapi gangguan kelenjar endokrin. Begitu pula akibat yang ditimbulkan pemanis buatan dalam minuman ringan untuk diet, bisa memicu tumor otak yang jumlahnya meningkat dramatis semenjak pemanis buatan ini dilansir secara luas.
Setelah mengetahui bahaya meminum produk semacam ini, apakah anda masih melahapnya, atau membiarkan anak-anak juga meminumnya? Bukti menunjukkan, satu dari bumbu pemanis ini bahan kimianya bernama aspartate, dapat merusak jaringan otak -- sama seperti efek buruk MSG.
Sedangkan buat orang dewasa, sudah diperagakan bukti yang melimpah bahwa semua jenis bahan kimia - namanya: excitotoxin, dapat berakibat buruk. Atau bahkan memicu aneka epidemi dewasa ini seputar degeneratif syaraf otak, seperti penyakit parkinson, huntington, ALS dan alzheimer alias pikun gawat. Mungkin belum luas disadari bahwa excitotoxin sebagai penyedap makanan secara khusus berisiko bagi pengidap diabetes. Atau pernah kena stroke, cedera otak, tumor otak, serangan mendadak atau pengidap darah tinggi, radang selaput otak (meningitis), atau radang otak akibat virus.
Penelitian pula menunjukkan cedera otak adalah akibat dari semua produk tadi. Dan pada anak-anak, tak dapat dipulihkan, hanya lantaran mengkonsumsi satu dari produk yang mengandung kimia penyedap tersebut.
Meracuni Diri & Anak Cucu
Silakan satu kali melongok ke dapur, buka rak makanan dan lemari es.
MSG ada di semua makanan! Di dalam sup Campbell, Hostess Doritos, keripik kentang Lays, Top Ramen, Betty Crocker Hamburger Helper, saus kalengan Heinz, Swanson frozen prepared meals, saus salada Kraft, terutama yang ditulisi 'sehat rendah lemak'. Produk yang dikatakan tak ada MSG, sebenarnya mengandung bahan kimia yang disebut Hydrolyzed Vegetable Protein - ini cuma nama lain untuk Monosodium Glutamate. Sungguh kita jadi terbelalak melihat begitu banyak makanan yang diberikan kepada anak-anak tiap hari, semua berisi racun. Produsen menyembunyikan MSG de-ngan banyak nama berbeda untuk membodohi konsumen.
Ketika bersama keluarga kita ramai-ramai makan di luar, kita pun bertanya di restoran apakah menunya mengandung MSG? Para pelayan - bahkan sang manajer, bersumpah tidak menggunakan MSG.
Tapi coba tanyakan daftar bumbunya. Mereka enggan memperagakan, maka yakinlah bahwa MSG dan Hydrolyzed Vegetable Protein ada di mana-mana.
Burger King, McDonalds, Wendy's, Taco Bell, di semua restoran, bahkan yang tersedia di meja, seperti TGIF, Chilis', Applebees dan Denny's, tulen menggunakan MSG secara melimpah.
Kentucky Fried Chicken tampaknya merupakan pelanggar paling buruk: MSG ada di tiap hidangan ayam, kuah salada dan saus. Tak heran jika orang lahap menyantap pelapis kulit ayam, rahasianya ya bumbunya pakai MSG!
Lalu, mengapa MSG begitu banyak ada dalam makanan yang kita santap? Apakah dia merupakan vitamin? Sama sekali tidak! Menurut John Ebr dalam
bukunya The Slow Poisoning of America, MSG ditambahkan dalam makanan agar ada efek kecanduan di tubuh manusia.
Menurut situs propaganda di internet, yang disponsori kelompok lobi pabrik makanan pendukung MSG di alasan bumbu penyedap dalam makanan adalah untuk membuat orang makan lagi. Kelompok lobi – Asosiasi Glutamate - mengatakan, makan lagi dan lagi bermanfaat untuk orang lanjut umur.
MSG Disembunyikan
Industri makanan menyembunyikan dan menyelubungi unsur kimia tambahan excitotoxin (MSG dan aspartate), hingga tak mudah dikenali. Tak masukakal?
Anda mau sewot? Faktanya adalah banyak makanan diberi label "No MSG".
Kenyataan di dalamnya mengandung bukan hanya MSG, tapi juga dijejali dengan excitotoxin lain yang setara potensi serta bahayanya. Seluruh keterangan di atas adalah sungguh-sungguh. Dan semua bahan yang dikenal meracuni otak ini, diaduk ribuan ton dalam makanan dan minuman guna mendongkrak penjualan. Bumbu kimia itu tak punya tujuan lain kecuali sekadar penyedap dan pemanis aneka produk konsumsi.
Seperti diungkapkan tadi, pabrik dan industri makanan selalu menyelubungi penambahan MSG dalam produknya. Berikut ini adalah daftar nama umum untuk MSG terselubung. Ingat juga excitotoxin yang amat kuat, aspartate dan L-cystine, yang sering ditambahkan dalam makanan, menurut ketentuan FDA harus disebutkan, tapi tidak dicantumkan dalam label sama sekali.
Penyedap yang Selalu Berisi MSG
* Monosodium Glutamate (MSG).
* Protein Sayuran Hydrolyzed.
* Protein Hydrolyzed.
* Protein Tanaman Hydrolyzed.
* Sari Protein Tanaman.
* Sodium Caseinate
* Calcium Caseinate
* Sari Ragi.
* Protein Jaringan (termasuk TVP).
* Ragi Autolyzed.
* Tepung Gandum Hydrolyzed.
* Minyak Jagung.
Penyedap yang Sering Berisi MSG
* Sari Gandum.
* Malt Flavoring.
* Bouillon.
* Broth.
* Stock.
* Flavoring.
* Natural Flavors/Flavoring.
* Natural Beef Or Chicken Flavoring.
* Seasoning.
* Spices.
Penyedap yang Mungkin Berisi MSG atau Excitotoxin
* Carrageenan.
* Enzymes.
* Soy Protein Concentrate.
* Soy Protein Isolate.
* Whey Protein Concentrate.
Minuman Diet, Awas!
Minuman ringan untuk diet, permen karet bebas gula, Kool Aid bebas gula, Crystal Light, obat anak-anak, serta ribuan pro-duk lain yang mengklaim 'rendah kalori', 'diet', atau 'bebas gula'.
Pejabat & Media Massa Bungkam, Demi Uang !
Dr. Blaylock mengungkapan sebuah pertemuan dengan seorang eksekutif senior urusan industri bumbu penyedap. Si pejabat terus-terang bilang bahwa tak jadi soal adanya excitotoxin dalam makanan, dan tak peduli mau tukar nama kapan pun.Begitu pula yang dialami John Erb. Beberapa bulan lampau, ia membawa buku dan keprihatinannya kepada seorang pejabat tinggi kesehatan di Kanada.
Sembari duduk di kantor yang nyaman, sang pejabat bilang: "Tentu saja saya tahu betapa buruknya MSG. Saya tidak pernah menyentuhnya!" Namun si petinggi pemerintah urusan ke sehatan ini menolak untuk memberi tahu masyarakat tentang hal yang diketahuinya itu. Bahkan Presiden George W.
Bush dan para pendukungnya tengah mendorong se-buah Rancangan Undang-Undang di Kongres Amerika. Namanya: Personal Responsibility in Food Consumption Act, juga dikenal sebagai Cheeseburger Bill. Undang-Undang besar ini melarang semua orang menggugat pabrik makanan, penjual dan para penyalurnya.
Sampai presiden pun "kepincuk" membela industri bumbu penyedap makanan, ingat, juga pernah kejadian di Indonesia. Yakni ketika ada satu merek bumbu masak diramaikan mengandung tulang babi, sekitar tahun 1999.
Lalu timbul soal halal atau haram. Pada-hal inti persoalannya jauhn lebih gawat: mudaratnya sangat keterlaluan. Namun bagian ini diabaikan, pasalnya tak lain hanyalah hitungan kalkulator: ya ada pajak untuk kocek pemerintah.
Sikap mendewakan uang juga dianut kalangan media massa. Mereka tidak bakal buka cerita tentang bahaya MSG buat manusia. Mereka takut tuntutan hukum dari pemasang iklan. Dalam pikiran mereka, membuka urusan dengan industri makanan cepat-saji bakal merusak keuntungan bisnis.
Apa yang Harus Dilakukan?
Pengusaha makanan dan restoran telah membuat kita kecanduan pada dagangan mereka selama bertahun-tahun, dan kini kita membayar harga yang tidak murah sebagai akibatnya.
Di Amerika, para orang tua berharap anak-anak tidak mengutuk mereka lantaran menjadi gembrot akibat bumbu penyedap. Selebihnya, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita mampu menghentikan peracunan terhadap anak-anak kita, sementara petinggi seperti Bush memastikan perlindungan finansial untuk industri yang jelas-jelas meracuni kita.
Kembali Pakai Bumbu Alamiah, Stop MSG!
Dan kita tidak setuju makanan yang membuat kita menjadi bangsa gembrot, letargik alias mengantuk lantaran kekenyangan, bagaikan biri-biri yang cuma menunggu untuk disembelih. Akan halnya di Indonesia, boleh jadi efek kimia bumbu penyedap itu tidak serta-merta membuat orang jadi gembrot. Tapi minimal dapat sifat orang gembrot, yakni indolent alias lamban -- dan lebih cilaka: dambin bin lamban dalam berpikir.
Bahkan ketika aneka kepentingan asing kian mencengkeram di bumi bernama Republik Indonesia ini, belum kunjung disadari bahaya yang mengancam kedaulatan bangsa sudah di pelupuk mata.
Tadi sudah disebut, para orang tua di Amerika cemas bakal dikutuk anak-anak mereka akibat keracunan MSG, lalu apa gerangan pikiran para orang tua di Indonesia? Apakah masih tenang melahap kimia-penyedap ini, dan hanyut berjamaah keracunan MSG dengan anak cucu?
Tentu bukan demikian pilihan kita. Oleh sebab itu, mari sebarkan e-mail ini ke semua orang. Harapan kita adalah warkah ini melingkari bola
dunia untuk membangun kesadaran: stop konsumsi makanan dengan bumbu penyedap kimia.
Kembalilah menggunakan bumbu alamiah, seperti kunyit, lengkuas, jahe, serai, bawang, daun salam, cabe, tomat, serta aneka tanaman rempah
serta bumbu dapur yang turun-temurun terbukti sehat.
Marilah kita merdekakan diri dari belenggu "kimia penyedap" – yang nyata-nyata cuma urusan seujung lidah. Tapi akibatnya fatal untuk seluruh kehidupan kita serta anak cucu.Ingat, petuah Bangsa Indian yang tetap modern tadi. Janganlah menghancurkan masa depan anak cucu, lantaran orang tua teledor menjejalinya dengan makanan yang dibumbui penyedap kimia. Amit-amit!
BANGSA Indian punya sebuah petuah terkenal. Bunyinya, begini: "Bumi tempat kita hidup hari ini bukanlah warisan nenek moyang kita. Tapi merupakan pinjaman dari anak cucu kita." Nasehat turun-temurun itu mengingatkan agar manusia tidak berlaku zalim terhadap alam lingkungan serta bumi seisinya.
Manusia bertindak zalim bukan hanya terhadap alam lingkungan – dan sejarah membuktikan akibatnya sungguh tidak terpermanai. Perilaku zalim di antara sesama manusia, pun sudah menjadi pengetahuan umum membawa beragam kesengsaraan. Dan lebih tragis lagi adalah ketika kezaliman justru dilakukan terhadap diri sendiri.
Contoh menzalimi diri sendiri, misalnya, kegemaran merokok. Ini mungkin
masih dianggap kecil dibandingkan dengan kecanduan narkotika. Nah, jika
narkotika sudah luas terbukti berakibat fatal, maka ada lagi kecanduan
setara terhadap bahan kimia lain yang tak kalah gawatnya untuk
kehidupan anak manusia. Bahan kimia dimaksud adalah Monosodium Glutamate (MSG) alias bumbu penyedap makanan. Di Indonesia, mulanya dikenal sebagai vetsin. Atau lazim pula
dilafalkan jadi micin. Merek dagang yang ditawarkan beragam -- tanpa perlu disebut lagi, semua penyedap makanan itu tulen berupa bumbu kimia.
MSG Merusak Syaraf Otak
Ratusan penelitian para ahli di mancanegara menunjukkan, MSG sebagai "penyedap makanan" berakibat merusak otak anak-anak. Dalam masa pertumbuhan, efeknya buruk terhadap sistem syaraf anak. Mereka mengalami kesulitan secara emosional -- dan lemah untuk belajar. Bukti ilmiah pula menunjukkan bahan kimia ini secara permanen merusak bagian otak paling kritis yang mengendalikan hormon. Sehingga kelak manusia menghadapi gangguan kelenjar endokrin. Begitu pula akibat yang ditimbulkan pemanis buatan dalam minuman ringan untuk diet, bisa memicu tumor otak yang jumlahnya meningkat dramatis semenjak pemanis buatan ini dilansir secara luas.
Setelah mengetahui bahaya meminum produk semacam ini, apakah anda masih melahapnya, atau membiarkan anak-anak juga meminumnya? Bukti menunjukkan, satu dari bumbu pemanis ini bahan kimianya bernama aspartate, dapat merusak jaringan otak -- sama seperti efek buruk MSG.
Sedangkan buat orang dewasa, sudah diperagakan bukti yang melimpah bahwa semua jenis bahan kimia - namanya: excitotoxin, dapat berakibat buruk. Atau bahkan memicu aneka epidemi dewasa ini seputar degeneratif syaraf otak, seperti penyakit parkinson, huntington, ALS dan alzheimer alias pikun gawat. Mungkin belum luas disadari bahwa excitotoxin sebagai penyedap makanan secara khusus berisiko bagi pengidap diabetes. Atau pernah kena stroke, cedera otak, tumor otak, serangan mendadak atau pengidap darah tinggi, radang selaput otak (meningitis), atau radang otak akibat virus.
Penelitian pula menunjukkan cedera otak adalah akibat dari semua produk tadi. Dan pada anak-anak, tak dapat dipulihkan, hanya lantaran mengkonsumsi satu dari produk yang mengandung kimia penyedap tersebut.
Meracuni Diri & Anak Cucu
Silakan satu kali melongok ke dapur, buka rak makanan dan lemari es.
MSG ada di semua makanan! Di dalam sup Campbell, Hostess Doritos, keripik kentang Lays, Top Ramen, Betty Crocker Hamburger Helper, saus kalengan Heinz, Swanson frozen prepared meals, saus salada Kraft, terutama yang ditulisi 'sehat rendah lemak'. Produk yang dikatakan tak ada MSG, sebenarnya mengandung bahan kimia yang disebut Hydrolyzed Vegetable Protein - ini cuma nama lain untuk Monosodium Glutamate. Sungguh kita jadi terbelalak melihat begitu banyak makanan yang diberikan kepada anak-anak tiap hari, semua berisi racun. Produsen menyembunyikan MSG de-ngan banyak nama berbeda untuk membodohi konsumen.
Ketika bersama keluarga kita ramai-ramai makan di luar, kita pun bertanya di restoran apakah menunya mengandung MSG? Para pelayan - bahkan sang manajer, bersumpah tidak menggunakan MSG.
Tapi coba tanyakan daftar bumbunya. Mereka enggan memperagakan, maka yakinlah bahwa MSG dan Hydrolyzed Vegetable Protein ada di mana-mana.
Burger King, McDonalds, Wendy's, Taco Bell, di semua restoran, bahkan yang tersedia di meja, seperti TGIF, Chilis', Applebees dan Denny's, tulen menggunakan MSG secara melimpah.
Kentucky Fried Chicken tampaknya merupakan pelanggar paling buruk: MSG ada di tiap hidangan ayam, kuah salada dan saus. Tak heran jika orang lahap menyantap pelapis kulit ayam, rahasianya ya bumbunya pakai MSG!
Lalu, mengapa MSG begitu banyak ada dalam makanan yang kita santap? Apakah dia merupakan vitamin? Sama sekali tidak! Menurut John Ebr dalam
bukunya The Slow Poisoning of America, MSG ditambahkan dalam makanan agar ada efek kecanduan di tubuh manusia.
Menurut situs propaganda di internet, yang disponsori kelompok lobi pabrik makanan pendukung MSG di alasan bumbu penyedap dalam makanan adalah untuk membuat orang makan lagi. Kelompok lobi – Asosiasi Glutamate - mengatakan, makan lagi dan lagi bermanfaat untuk orang lanjut umur.
MSG Disembunyikan
Industri makanan menyembunyikan dan menyelubungi unsur kimia tambahan excitotoxin (MSG dan aspartate), hingga tak mudah dikenali. Tak masukakal?
Anda mau sewot? Faktanya adalah banyak makanan diberi label "No MSG".
Kenyataan di dalamnya mengandung bukan hanya MSG, tapi juga dijejali dengan excitotoxin lain yang setara potensi serta bahayanya. Seluruh keterangan di atas adalah sungguh-sungguh. Dan semua bahan yang dikenal meracuni otak ini, diaduk ribuan ton dalam makanan dan minuman guna mendongkrak penjualan. Bumbu kimia itu tak punya tujuan lain kecuali sekadar penyedap dan pemanis aneka produk konsumsi.
Seperti diungkapkan tadi, pabrik dan industri makanan selalu menyelubungi penambahan MSG dalam produknya. Berikut ini adalah daftar nama umum untuk MSG terselubung. Ingat juga excitotoxin yang amat kuat, aspartate dan L-cystine, yang sering ditambahkan dalam makanan, menurut ketentuan FDA harus disebutkan, tapi tidak dicantumkan dalam label sama sekali.
Penyedap yang Selalu Berisi MSG
* Monosodium Glutamate (MSG).
* Protein Sayuran Hydrolyzed.
* Protein Hydrolyzed.
* Protein Tanaman Hydrolyzed.
* Sari Protein Tanaman.
* Sodium Caseinate
* Calcium Caseinate
* Sari Ragi.
* Protein Jaringan (termasuk TVP).
* Ragi Autolyzed.
* Tepung Gandum Hydrolyzed.
* Minyak Jagung.
Penyedap yang Sering Berisi MSG
* Sari Gandum.
* Malt Flavoring.
* Bouillon.
* Broth.
* Stock.
* Flavoring.
* Natural Flavors/Flavoring.
* Natural Beef Or Chicken Flavoring.
* Seasoning.
* Spices.
Penyedap yang Mungkin Berisi MSG atau Excitotoxin
* Carrageenan.
* Enzymes.
* Soy Protein Concentrate.
* Soy Protein Isolate.
* Whey Protein Concentrate.
Minuman Diet, Awas!
Minuman ringan untuk diet, permen karet bebas gula, Kool Aid bebas gula, Crystal Light, obat anak-anak, serta ribuan pro-duk lain yang mengklaim 'rendah kalori', 'diet', atau 'bebas gula'.
Pejabat & Media Massa Bungkam, Demi Uang !
Dr. Blaylock mengungkapan sebuah pertemuan dengan seorang eksekutif senior urusan industri bumbu penyedap. Si pejabat terus-terang bilang bahwa tak jadi soal adanya excitotoxin dalam makanan, dan tak peduli mau tukar nama kapan pun.Begitu pula yang dialami John Erb. Beberapa bulan lampau, ia membawa buku dan keprihatinannya kepada seorang pejabat tinggi kesehatan di Kanada.
Sembari duduk di kantor yang nyaman, sang pejabat bilang: "Tentu saja saya tahu betapa buruknya MSG. Saya tidak pernah menyentuhnya!" Namun si petinggi pemerintah urusan ke sehatan ini menolak untuk memberi tahu masyarakat tentang hal yang diketahuinya itu. Bahkan Presiden George W.
Bush dan para pendukungnya tengah mendorong se-buah Rancangan Undang-Undang di Kongres Amerika. Namanya: Personal Responsibility in Food Consumption Act, juga dikenal sebagai Cheeseburger Bill. Undang-Undang besar ini melarang semua orang menggugat pabrik makanan, penjual dan para penyalurnya.
Sampai presiden pun "kepincuk" membela industri bumbu penyedap makanan, ingat, juga pernah kejadian di Indonesia. Yakni ketika ada satu merek bumbu masak diramaikan mengandung tulang babi, sekitar tahun 1999.
Lalu timbul soal halal atau haram. Pada-hal inti persoalannya jauhn lebih gawat: mudaratnya sangat keterlaluan. Namun bagian ini diabaikan, pasalnya tak lain hanyalah hitungan kalkulator: ya ada pajak untuk kocek pemerintah.
Sikap mendewakan uang juga dianut kalangan media massa. Mereka tidak bakal buka cerita tentang bahaya MSG buat manusia. Mereka takut tuntutan hukum dari pemasang iklan. Dalam pikiran mereka, membuka urusan dengan industri makanan cepat-saji bakal merusak keuntungan bisnis.
Apa yang Harus Dilakukan?
Pengusaha makanan dan restoran telah membuat kita kecanduan pada dagangan mereka selama bertahun-tahun, dan kini kita membayar harga yang tidak murah sebagai akibatnya.
Di Amerika, para orang tua berharap anak-anak tidak mengutuk mereka lantaran menjadi gembrot akibat bumbu penyedap. Selebihnya, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita mampu menghentikan peracunan terhadap anak-anak kita, sementara petinggi seperti Bush memastikan perlindungan finansial untuk industri yang jelas-jelas meracuni kita.
Kembali Pakai Bumbu Alamiah, Stop MSG!
Dan kita tidak setuju makanan yang membuat kita menjadi bangsa gembrot, letargik alias mengantuk lantaran kekenyangan, bagaikan biri-biri yang cuma menunggu untuk disembelih. Akan halnya di Indonesia, boleh jadi efek kimia bumbu penyedap itu tidak serta-merta membuat orang jadi gembrot. Tapi minimal dapat sifat orang gembrot, yakni indolent alias lamban -- dan lebih cilaka: dambin bin lamban dalam berpikir.
Bahkan ketika aneka kepentingan asing kian mencengkeram di bumi bernama Republik Indonesia ini, belum kunjung disadari bahaya yang mengancam kedaulatan bangsa sudah di pelupuk mata.
Tadi sudah disebut, para orang tua di Amerika cemas bakal dikutuk anak-anak mereka akibat keracunan MSG, lalu apa gerangan pikiran para orang tua di Indonesia? Apakah masih tenang melahap kimia-penyedap ini, dan hanyut berjamaah keracunan MSG dengan anak cucu?
Tentu bukan demikian pilihan kita. Oleh sebab itu, mari sebarkan e-mail ini ke semua orang. Harapan kita adalah warkah ini melingkari bola
dunia untuk membangun kesadaran: stop konsumsi makanan dengan bumbu penyedap kimia.
Kembalilah menggunakan bumbu alamiah, seperti kunyit, lengkuas, jahe, serai, bawang, daun salam, cabe, tomat, serta aneka tanaman rempah
serta bumbu dapur yang turun-temurun terbukti sehat.
Marilah kita merdekakan diri dari belenggu "kimia penyedap" – yang nyata-nyata cuma urusan seujung lidah. Tapi akibatnya fatal untuk seluruh kehidupan kita serta anak cucu.Ingat, petuah Bangsa Indian yang tetap modern tadi. Janganlah menghancurkan masa depan anak cucu, lantaran orang tua teledor menjejalinya dengan makanan yang dibumbui penyedap kimia. Amit-amit!
WHAT DO YOU KNOW ABOUT SWEETENER
A.1 Alitam (Alitame), INS. No. 956
A.1.1 Deskripsi
Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S.2,5 H2O atau L-α-Aspartil-N-[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat dan merupakan senyawa yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang disintesis dari 2,2,4,4-tetra metiltienanilamin. Alitam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 2.000 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori 1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kJ/g. Penggunaannya dengan pemanis buatan lainnya bersifat sinergis.
A.1.2 Fungsi lain
Tidak ada
A.1.3 Kajian Keamanan
Alitam dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan dan diserap oleh usus berkisar antara 78 sampai dengan 93 % dan dihidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin amida. Sedangkan sisa alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7 sampai dengan 22% dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil hidrolisis selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui urin sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau terkonjugasi dengan asam glukoronat. Oleh karena itu, CCC menyebutkan alitam aman dikonsumsi manusia. Sedangkan JECFA merekomendasikan bahwa alitam tidak bersifat karsinogen dan tidak memperlihatkan sifat toksik terhadap organ reproduksi. Konsentrasi yang tidak menimbulkan efek negatif pada hewan (level of no adverse effect) adalah sebanyak 100 mg/kg berat badan. Sementara ADI untuk alitam adalah sebanyak 0,34 mg/kg berat badan.
A.1.4 Pengaturan
CAC mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan berkisar antara 40 sampai dengan 300 mg /kg produk. Beberapa negara seperti Australia, New Zealand, Meksiko, dan RRC telah mengijinkan penggunaan alitam sebagai pemanis untuk berbagai produk pangan.
A.2 Asesulfam-K (Acesulfame Potassium), INS. No. 950
A.2.1 Deskripsi
Asesulfam-K dengan rumus kimia C4H4KNO4S atau garam kalium dari 6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2-dioxide atau garam Kalium dari 3,4-dihydro-6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2 di- oxide merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori. Kombinasi penggunaan asesulfam-K dengan asam aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis gula.
A.2.2 Fungsi lain
Penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah.
A.2.3 Kajian Keamanan
Beberapa kajian memperlihatkan bahwa asesulfam-K tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non kariogenik, sehingga JECFA menyatakan aman untuk dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan.
A.2.4 Pengaturan
CAC mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 1.000 mg/kg produk. Sementara CFR mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan dalam GMP atau CPPB. Sedangkan FSANZ mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3.000 mg/kg produk.
A.3. Aspartam (Aspartame), INS. No. 951
A.3.1. Deskripsi
Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia C14H18N2O5 atau 3-amino-N(α-carbomethoxy-phenethyl)succinamic acid, N-L-α-aspartyl-L-phenylalanine-1-methyl ester merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis. Aspartam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 60 sampai dengan 220 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kJ/g. Kombinasi penggunaan aspartam dengan pemanis buatan lain dianjurkan terutama untuk produk-produk panggang dalam mempertegas cita-rasa buah
A.3.2. Fungsi lain
Penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah
A.3.3. Kajian Keamanan
Kajian digestive dari Monsanto memperlihatkan bahwa aspartam dimetabolisme dan terurai secara cepat menjadi asam amino, asam aspartat, fenilalanin, dan metanol, sehingga dapat meningkatkan kadar fenilalanin dalam darah. Oleh karena itu pada label, perlu dicantumkan peringatan khusus bagi penderita fenilketonuria. Penggunaan aspartam sesuai dengan petunjuk FDA dinilai aman bagi wanita hamil. JECFA mengijinkan aspartam sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 50 mg/kg berat badan.
A.3.4. Pengaturan
CAC mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 5.500 mg/kg produk. Sementara CFR mengatur penggunaan aspartam tidak lebih dari 0,5 % dari berat bahan siap dipanggang atau dari formulasi akhir khususnya untuk produk pangan yang dipanggang. Sedangkan FSANZ mengatur bahwa maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 150 sampai dengan 10.000 mg/kg produk.
A.4 Isomalt (Isomalt), INS. No. 953
A.4.1 Deskripsi
Isomalt merupakan campuran equimolar dari 6-O-α-D-Glucopyranosyl-D-glucitol (GPG) (GPG-C12H24O11) dan 1-O-α-D-Glucopyranosyl-D-mannitol (GPM) dihydrate (GPM-C12H24O11.2H2O) mengandung gluko-manitol dan gluko-sorbitol dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik. Perubahan molekuler yang terjadi dalam proses tersebut menyebabkan isomalt lebih stabil secara kimiawi dan enzimatik dibandingkan dengan sukrosa. Isomalt berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,45 sampai dengan 0,65 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/kg
A.4.2 Fungsi lain
Bahan pengisi (filler), pencita rasa buah, kopi, dan coklat (flavor enhancer).
A.4.3 Kajian Keamanan
Isomalt termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Safe), sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes tipe I dan II
A.4.4 Pengaturan
JECFA menyatakan isomalt merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan Isomalt pada berbagai produk pangan berkisar antara 30.000 sampai dengan 500.000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan sebagai GMP/CPPB.
A.5 Laktitol (Lactitol), INS. No. 966
A.5.1 Deskripsi
Laktitol dengan rumus kimia C12H24O11 atau 4-O-ß-D-Galactopyranosil-D-glucitol dihasilkan dengan mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol tidak dihidrolisis dengan laktase tetapi dihidrolisis atau diserap di dalam usus kecil. Laktitol dimetabolisme oleh bakteri dalam usus besar dan diubah menjadi biomassa, asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan sejumlah kecil gas hidrogen (H2). Asam-asam organik selanjutnya dimetabolisme menghasilkan kalori. Laktitol stabil dalam kondisi asam, basa, dan pada kondisi suhu tinggi, tidak bersifat higroskopis dan memiliki kelarutan serupa glukosa. Laktitol berasa manis seperti gula tanpa purna rasa (aftertaste) dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,3 sampai dengan 0,4 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g
A.5.2 Fungsi lain
Bahan pengisi (filler).
A.5.3 Kajian Keamanan
Laktitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Hasil evaluasi Scientific Committee for Food of European Union pada tahun 1984 menyatakan bahwa konsumsi laktitol sebanyak 20 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif.
A.5.4 Pengaturan
JECFA menyatakan laktitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan laktitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
A.6 Maltitol (Maltitol), INS. No. 965
A.6.1 Deskripsi
Maltitol dengan rumus kimia C12H14O11 atau α-D-Glucopyranosyl-1,4-D-glucitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Maltitol berbentuk kristal anhydrous dengan tingkat higroskopisitas rendah, dan suhu leleh, serta stabilitas yang tinggi. Dengan karakteristik tersebut maltitol dimungkinkan bisa sebagai pengganti sukrosa dalam pelapisan coklat bermutu tinggi, pembuatan kembang gula, roti coklat, dan es krim. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g
A.6.2 Fungsi lain
Pencita rasa (flavor enhancer), humektan, sekuestran, pembentuk tekstur, penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener) .
A.6.3 Kajian Keamanan
Maltitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes.
A.6.4 Pengaturan
JECFA menyatakan maltitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan maltitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 50.000 sampai dengan 300.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP / CPPB.
A.7 Manitol (Mannitol), INS. No. 421
A.7.1 Deskripsi
Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-mannitol; 1,2,3,4,5,6-hexane hexol merupakan monosakarida poliol dengan nama kimiawi Manitol berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, sangat sukar larut di dalam alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g
A.7.2 Fungsi lain
Anti kempal (anticaking agent), pengeras (firming agent), penegas cita rasa (flavor enhancer), pembasah atau pelumas, pembentuk tekstur, pendebu (dusting agent), penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener)
A.7.3 Kajian Keamanan
Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Konsumsi manitol sebanyak 20 g/hari akan mengakibatkan efek laksatif.
A.7.4 Pengaturan
JECFA menyatakan manitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan manitol pada berbagai produk pangan sebanyak 60.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
A.8 Neotam (Neotame), INS. No. 961
A.8.1 Deskripsi
Neotam dengan rumus kimia C20H30N2O5 atau L-phenylalanine, N-[N-(3,3-dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan senyawa yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita-rasa yang unik dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam serta berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 7.000 sampai dengan 13.000 kali tingkat kemanisan sukrosa. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat secara tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam asesulfam, siklamat, sukralosa, dan sakarin
A.8.2 Fungsi lain
Penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah
A.8.3 Kajian Keamanan
Kajian digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. Hasil kajian komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak, wanita hamil, penderita diabetes memperlihatkan bahwa neotam aman dikonsumsi manusia. Selanjutnya neotam tidak bersifat mutagenik, teratogenik, atau karsinogenik dan tidak berpengaruh terhadap sistem reproduksi. Kajian JECFA pada bulan Juni tahun 2003 di Roma, Italia menyatakan bahwa ADI untuk neotam adalah sebanyak 0 sampai dengan 2 mg/kg berat badan.
A.8.4 Pengaturan
FDA dan FSANZ telah menyetujui penggunaan neotam sebagai pemanis dan pencita rasa. Penggunaan neotam dalam berbagai produk pangan antara lain sebanyak 2 sampai dengan 50 mg/kg produk untuk minuman ringan, sebanyak 6 sampai dengan 130 mg/kg produk untuk produk roti, sebanyak 800 sampai dengan 4000 mg/kg produk untuk sediaan, sebanyak 5 sampai dengan 50 mg/kg produk untuk produk susu), dan sebanyak 10 sampai dengan 1.600 mg/kg produk untuk permen karet.
A.9 Sakarin (Saccharin), INS. No. 954
A.9.1 Deskripsi
Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium, kalium, dan natrium sakarin dengan rumus kimia (C14H8CaN2O6S2.3H2O), (C7H4KNO3S.2H2O), dan (C7H4NaNO3S.2H2O). Secara umum, garam sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, dan mudah larut dalam air, serta berasa manis. Sakarin memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 300 sampai dengan 500 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori. Kombinasi penggunaannya dengan pemanis buatan rendah kalori lainnya bersifat sinergis.
A.9.2 Fungsi lain
Penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah
A.9.3 Kajian Keamanan
Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sakarin tidak bereaksi dengan DNA, tidak bersifat karsinogenik, tidak menyebabkan karies gigi, dan cocok bagi penderita diabetes.
A.9.4 Pengaturan
JECFA menyatakan sakarin merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia dengan ADI sebanyak 5,0 mg/kg berat badan. Sejak bulan Desember 2000, FDA telah menghilangkan kewajiban pelabelan pada produk pangan yang mengandung sakarin, dan 100 negara telah mengijinkan penggunaannya. CAC mengatur maksimum penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan berkisar antara 80 sampai dengan 5.000 mg/kg produk.
A.10 Siklamat (Cyclamates), INS. No. 952
A.10.1 Deskripsi
Siklamat atau asam siklamat atau cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S) sebagai pemanis buatan digunakan dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Secara umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dan etanol, serta berasa manis. Siklamat memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 30 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori. Kombinasi penggunaannya dengan sakarin dan atau asesulfam-K bersifat sinergis, dan kompatibel dengan pencitarasa dan bahan pengawet.
A.10.2 Fungsi lain
Penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah
A.10.3 Kajian Keamanan
Pemberian siklamat dengan dosis yang sangat tinggi pada tikus percobaan dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati, dan limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular. Informasi yang dikumpulkan oleh CCC (Calorie Control Council) menyebutkan bahwa konsumsi siklamat tidak menyebabkan kanker dan non mutagenik. Pada tahun 1984, FDA menyatakan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik.
A.10.4 Pengaturan
JECFA menyatakan siklamat merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia dengan ADI sebanyak 11,0 mg/kg berat badan. CAC mengatur maksimum penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan berkisar antara 100 sampai dengan 2.000 mg/kg produk. Kanada dan USA tidak mengizinkan penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan.
A.11 Silitol (Xylitol), INS. No. 967
A.11.1 Deskripsi
Silitol dengan rumus kimia C5H12O5 adalah monosakarida poliol (1, 2, 3, 4, 5–Pentahydroxipentane) yang secara alami terdapat dalam beberapa buah dan sayur. Silitol berupa senyawa yang berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g.
A.11.2 Fungsi lain
Tidak ada
A.11.3 Kajian Keamanan
Silitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, menurunkan akumulasi plak pada gigi, dan merangsang aliran ludah dalam pembersihan dan pencegahan kerusakan gigi.
A.11.4 Pengaturan
JECFA menyatakan silitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan silitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
A.12 Sorbitol (Sorbitol), INS. No. 420
A.12.1 Deskripsi
Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6–Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard)
A.12.2 Fungsi lain
Bahan pengisi (filler/bulking agent), humektan, pengental (thickener), mencegah terbentuknya kristal pada sirup.
A.12.3 Kajian Keamanan
Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori. Meskipun demikian, US CFR memberi penegasan bahwa produk pangan yang diyakini memberikan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g per hari, perlu mencantumkan pada label pernyataan: “konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek laksatif “
A.12.4 Pengaturan
JECFA menyatakan sorbitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 200.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
A.13 Sukralosa (Sucralose), INS. No. 955
A.13.1 Deskripsi
Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro- 1,6- dideoxy-ß-D-fructofuranosyl -4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside atau 4, 1’,6’- trichlorogalactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih; tidak berbau; mudah larut dalam air, methanol dan alcohol; sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis tanpa purna rasa yang tidak diinginkan. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori.
A.13.2 Fungsi lain
Tidak ada
A.13.3 Kajian Keamanan
Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Hal tersebut menempatkan sukralosa dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi wanita hamil dan menyusui serta anak-anak segala usia. Sukralosa teruji tidak menyebabkan karies gigi, perubahan genetik, cacat bawaan, dan kanker. Selanjutnya sukralosa tidak pula berpengaruh terhadap perubahan genetik, metabolisme karbohidrat, reproduksi pria dan wanita serta terhadap sistem kekebalan. Oleh karena itu, maka sukralosa sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II.
A.13.4 Pengaturan
JECFA menyatakan sukralosa merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia dengan ADI sebanyak 10 sampai dengan 15 mg/kg berat badan.
0 comments:
Post a Comment